R. A. Kartini seorang wanita kelahiran Jepara, Hindia Belanda, 21 April 1879. Ia
merupakan putri dari M. A. Ngasirah dan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat,
seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.
Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Semasa muda
Kartini gemar sekali menulis untuk menyuarakan aspirasi-aspirasinya, pada
surat-surat yang Kartini tulis dituangkan pemikiran-pemikirannya tentang
kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian
besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di
Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Surat-surat Kartini
juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar, ia menggambarkan
penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk
di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak
dikenal, dan harus bersedia dimadu. Selain itu Kartini sebagai pejuang
emansipasi wanita juga menulis beberapa buku yang merupakan pesan-pesan yang
ingin ia sampaikan kepada Kartini muda, diantaranya adalah “Surat-surat
Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya”, “Letters from Kartini, An
Indonesian Feminist 1900-1904”, “Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme.
Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903” dan lain sebagainya.
Cukup
rasanya kita membicarakan tentang biografi dan karya-karya Ibu Kartini, lalu
bagaimana refleksi semangat perjuangan dari seorang tokoh pejuang emansipasi
wanita pada masa kini ? Untuk kalian semua yang membaca tulisan ini, saya
katakan bagaimana kondisi semangat juang emansipasi wanita itu, cukup satu kata
“BOBROK” . Ya benar bobrok adalah kata yang tempat menggambar kondisi
saat ini, lalu apa yang menjadi penyebab kondisi bobrok itu ? jawabannya adalah
“Moral Kartini Muda”, mungkin sampai disini banyak yang bertanya dan
kebingungan bagaimana saya bisa mengatakan hal itu sedangkan jumlah pejuang
emansipasi wanita kontemporer lebih banyak dari masa kartini, sebut saja
beberapa ada Bu Susi Pudjiastuti, Bu Tri Rismaharini, Kak Sri Wahyuni Agustie
atau bahkan penulis yang cukup dikenal dikalangan mahasiswa, Mbak Kalis
Mardiasih. Tetapi rekan-rekan semua, tahukah kalian kalau wanita-wanita yang
rusak moralnya hingga menjatuhkan harkat dan martabat seorang wanita itu lebih
banyak dari mereka yang memperjuangkan hak-hak seorang wanita ?
Sebelumnya
akan saya tekankan, kita hidup,berjuang baik untuk diri sendiri maupun orang
lain bukan lagi di masa perjuangan kemerdekaan, kita hidup ditengah kecanggihan
teknologi dan yang namanya memperjuangkan suatu hal tidak lagi harus turun ke
jalan, dan berkoar-koar, sama halnya dengan menjatuhkan harkat dan martabat
seorang wanita oleh wanita itu sendiri tidak harus dengan secara langsung.
Kecanggihan teknologi bisa menjadi pedang bermata dua, hamper segala hal
sekarang bisa dilakukan dengan online. Baik, mulai dari sini akan
sedikit saya jelaskan mengenai bobroknya moral kartini muda, seperti yang saya
sebutkan sebelumnya walau banyak para kartini muda yang memperjuangkan hak-hak
wanita tetapi lebih banyak lagi seorang wanita yang menjatuhkan harkat dan
martabatnya sendiri, terutama di dunia maya. Salah satu contoh adalah perihal yang
sangat populer adalah tentang sikap wanita terhadap artis-artis dari Korea,
miris memang tapi tanpa sadar adanya rasa kagum yang berlebihan malah menjadi
perusak moral wanita yang menjatuhkan harkat martabatnya secara dampak mikro,
tidak semua memang tetapi itu adalah suatu dampak yang berbahaya karena
dilakukan dengan senang hati dan dianggap biasa saja. Contoh lainnya adalah
perihal yang melibatkan Mateen, Pangeran dari negara tetangga, kasus yang
baru-baru terjadi ini cukup menjatuhkan harkat dan martabat seorang wanita,
dari dampak mikro yang saya sebutkan tadi bisa saja menjadi dampak makro.
Bagaimana tidak, jika seorang wanita berkomentar berlebihan pada dunia maya
yang secara tidak langsung menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. “Rahimku
bergetar”, “rahimku anget”, “mau dong jadi keringatnya” begitulah beberapa
komentar yang sempat tertangkap, rasanya tidak etis sekali untuk seorang wanita
mengungkapnya, bahkan beberapa wanita Indonesia sampai-sampai meneror pacar
dari Pangeran Mateen, tidak habis pikir bisa sampai seperti itu. Itu lah
mirisnya seorang Kartini muda yang bobrok moralnya, ketika melakukan seperti
itu di dunia maya lalu ditegur orang lain, wanita-wanita yang melakukannya
malah menanggapinya dengan kata “hanya bercanda”, perlu dicatat dan menjadi
pembelajaran, pelecehan itu tidak hanya dilakukan dari pria kepada wanita,
tetapi juga bisa dari wanita kepada pria, bagaimana jika seorang pria yang
mengucapkan perihal-perihal tidak senonoh kepada wanita ? mereka akan dikatakan
telah melakukan pelecehan bukan sama halnya dengan yang para netizen wanita Indonesia
itu lakukan “Pelecehan Verbal”, pahami itu.
Dan
lagi tidak semua tetapi kebanyakan Kartini muda selalu menerapkan standar
keadilan ganda, apa maksudnya? Standar keadilan ganda yang dimaksud disini
adalah di satu sisi mereka ingin sama, setara, adil dan sejajar dengan pria
tetapi hanya hal-hal tertentu yang mereka inginkan, yang mereka sukai sedangkan
di sisi lain mereka akan bersembunyi dibalik “kamu kan cowok” atau “aku kan
cewek, masa kamu tega”. Begini rekan-rekan semua dahulu pada masa perjuangannya
Ibu Kartini sangat pandai dan banyak melakukan berbagai hal dari yang ia sukai
sampai yang tidak ia sukai sekalipun, untuk apa ? untuk memperjuangkan
kesetaraan atas hak-hak wanita dan karena perjuangan beliau lah, beliau jadi
disegani oleh pria-pria pada masanya. Pria-pria dilingkungan Kartini bukannya
kasihan, tega dan sebagainya dengan Kartini melainkan mereka segan, mereka
segan dengan Kartini yang berani memperjuangkan emansipasi wanita itu, sampai
akhirnya beliau wafat di Rembang, Hindia Belanda, 17 September 1904, pada umur
25 tahun dan bahkan karena sikap beliau yang disegani Presiden Soekarno
mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2
Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional
sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati
setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Jadi
sedikit pesan saya diakhir tulisan ini,
“Jadilah
wanita yang mampu menjaga harkat dan martabatnya serta disegani oleh pria-pria
yang ada pada lingkungannya, semakin kau disegani, semakin kau dihargai. Dan
untuk para pria diluar sana, hargailah rekan-rekan wanitamu, sahabat_sahabat wanitamu,
anak-anak perempuanmu, istrimu dan yang paling utama Ibumu. Siapa pun berhak
untuk memimpin, siapa pun berhak untuk dilindungi, berjalan seiringan menuju
Indonesia yang lebih baik.”
Selamat
Hari Kartini,
Yogyakarta
21
April 2020
0 Komentar
Silahkan Kirim Tulisan Anda Baik Berupa Artikel, Opini, Cerpen, Dll ke
Email : lpmmetamorfos19@gmail.com