Lembaga Pers Mahasiswa Fakuktas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakrta - Bukan Sekedar Wacana


Alam Pikir Toleng

Oleh: Jempol Kaki Semut

        Malam itu udara dingin berhembus di sebuah kampus yang berdiri di pinggir jalan. Seorang pemuda berdiri resah seperti sedang menunggu. Berkali-kali ia melihat jam di tangan kirinya. Tiga orang temannya duduk nyaman dan sibuk memainkan gawai. Sorot lampu gawai jelas menerpa wajah mereka. Sementara langit terlihat cerah dengan sedikit gumpalan-gumpalan awan tipis.
       Toleng, begitu ia kerap disapa, mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Ia sudah berkali-kali melakukan itu untuk melawan rasa bosan dan kantuknya. Jam 19.00 malam itu seharusnya ada pembahasan antara ia dan kawan-kawannya untuk menyambut hari sumpah pemuda. Akan tetapi sampai jam 21.10 belum juga terlihat tanda-tanda acara akan segera dimulai. Dalam hatinya ia memaki sikap toleran masyarakat indonesia dalam hal waktu yang kelewat batas. Toleng hisap rokoknya dalam-dalam, kemudian ia hembuskan perlahan. Pikirannya mulai menerawang.       
       Toleng sudah berkali-kali mengikuti diskusi tentang gerakan pemuda dan terutama tentang gerakan mahasiswa, sebenarnya ia mulai merasa muak dengan narasi-narasi yang selalu diulang dalam tiap diskusi. Ia selalu saja mendengar pendapat tentang posisi istimewa mahasiswa dalam dinamika sosial, berdasarkan sejarah suksesi kepemimpinan di Indonesia, mahasiswa diberi gelar sebagai agen perubahan yang selalu berada di garis terdepan dalam perjuangan politik untuk menumbangkan rezim yang tidak amanah. Daripada mengamini, Toleng justru mempertanyakan hal itu. Ia melihat istilah itu hanya kata-kata yang membuat mahasiswa nyaman dengan apa yang dilakukannya. 
Seperti forum diskusi nanti, pembacaan tentang momentum Hari Sumpah Pemuda hanya akan jadi omong kosong. Toleng menebak topik pembahasannya tidak akan jauh dari isu nasional yang mencuat belakangan ini. Ada tentang Papua, Karhutla, Paket Undang-Undang absurd, isu HAM, dan beberapa konflik agraria yang sebelumnya tidak pernah menjadi pembacaan serius. Tapi besok dihari sumpah pemuda isu-isu ini akan jadi peramai suasana aksi agar terlihat lebih heroik. Toleng tak yakin setelah aksi akan ada pembahasan lanjutan terkait isu-isu yang dibahas di Hari Sumpah Pemuda.
Toleng melirik ke arah ketiga temannya, posisi mereka masih sama seperti sebelumnya. Masih sibuk dengan gawai dan tak acuh pada keadaan sekitar. Kemudian ia berpaling, berjalan menjauh dan duduk di kursi dekat pohon. 53,86% pengangguran di Indonesia pada tahun 2018 disumbang oleh kelompok yang harusnya paling produktif yaitu pemuda. 43,4% diantaranya ada pada kisaran 15-24 sedangkan sisanya berada antara umur 24-35 tahun. Jumlah pengangguran pada tahun 2019 berjumlah 6,8 juta orang dan penyumbang pengangguran yang cukup banyak adalah dari kalangan terpelajar. Data dari BPS yang dibaca Toleng pagi tadi cukup membuat Toleng mengernyitkan dahi. Bagaimana dengan Bonus Demografi yang bakal diterima Indonesia tahun 2035 dimana angkatan muda dan produktif akan membludak begitu banyaknya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana Bonus Demografi ini justru akan berubah manjadi Bencana Demografi akibat pemerintahan yang `salah urus`.
        Abu rokok toleng hampir menyentuh pangkal rokoknya, ia mematikan rokoknya kemudian mengantongi putungnya, tempat sampah cukup jauh dan ia enggan nyampahwalaupun hanya seputung rokok. Sesaat kemudian ia melihat forum akan segera dimulai, Toleng mengajak ketiga temannya untuk bergabung ke forum. Forum dibentuk melingkar menghadap papan tulis dan Toleng mengambil posisi belakang. Ia membuka sebuah buku catatan berwana merah dan sebuah pena.
Toleng hanya berharap pemuda generasinya tidak menjadi beban sejarah.

Posting Komentar

0 Komentar