Penulis : MF
Permasalahan
mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) bukanlah hal yang baru terjadi di UIN Sunan
Kalijaga. Seperti sudah menjadi tradisi, di setiap semesternya pasti ada masalah
yang muncul terkait pembayaran UKT. Peralihan semester kali ini pun tidak
terlepas dari permasalahan pembayaran UKT, terlebih lagi di masa pandemi
seperti saat ini. Banyak mahasiswa yang tidak terima dengan kebijakan kampus
yang memberlakukan UKT tetap tanpa adanya keringanan. Padahal di masa pandemi
saat ini kuliah dilakukan secara daring, sehingga mahasiswa tidak menggunakan
fasilitas kampus. Meskipun begitu, UKT yang harus dibayarkan tidak mengalami
pengurangan jumlah. Hal tersebut menciptakan keluhan dari mahasiswa, terutama
mahasiswa baru yang sama sekali belum merasakan fasilitas kampus secara
langsung.
Sejak awal
semester, banyak mahasiswa yang mengeluhkan golongan UKT yang terlalu tinggi
dan kurang sesuai dengan penghasilan orang tua. Ditambah lagi dengan adanya
pandemi yang mempengaruhi penghasilan orang tua membuat beberapa mahasiswa
kesulitan untuk membayar UKT. Sehingga tidak sedikit mahasiswa yang mengajukan
banding dengan harapan UKT mereka mengalami penurunan. Meskipun surat keputusan
hasil banding sudah keluar dan UKT mengalami penurunan, beberapa mahasiswa
tetap merasa keberatan dengan jumlah UKT yang harus dibayarkan.
Sehubungan
dengan hal tersebut, pada 21 Januari Rektor UIN Sunan Kalijaga mengeluarkan
surat edaran mengenai keringanan UKT semester genap. Berdasarkan surat edaran
tersebut UIN Sunan Kalijaga mengeluarkan kebijakan keringanan UKT sebesar 10%
dengan beberapa ketentuan dan syarat. Adanya kebijakan tersebut memberi sedikit
angin segar kepada mahasiswa, tetapi keringanan sebesar 10% tersebut dianggap
masih belum cukup, apalagi sejak bulan Desember mahasiswa sudah tidak menerima
kuota belajar yang menjadikan pengeluaran semakin bertambah.
Namun
kenyataannya kebijakan tersebut masih menuai protes dari mahasiswa. Ketentuan
dan syarat yang diajukan menjadi penghambat bagi mahasiswa untuk mengajukan
permohonan. Beberapa mahasiswa merasakan ketidakadilan dalam poin ke-empat
bagian a. Disana tertulis “Keringanan UKT tidak diberikan kepada mahasiswa
yang: a. Orang tuanya Pejabat negara; Anggota DPR/DPD/DPRD; Pegawai Negeri
Sipil (PNS)/ASN; TNI/POLRI; Hakim; Pegawai/Karyawan BUMN/BUMD.” Poin tersebut
membuat beberapa mahasiswa menyurutkan niatnya untuk mengajukan permohonan
dikarenakan profesi orang tuanya yang masuk ke dalam daftar tersebut.
“Padahal
UKT itu tidak sesederhana stereotip profesi orang tua. PNS/ASN atau Aparatur
negara tidak selamanya berkecukupan dan profesi selain itu tidak selalu hidup
kekurangan. Karena yang menjadi pertimbangan seharusnya nominal dan tanggungan,
bukan profesi,” ungkap salah seorang mahasiswa yang batal mengajukan permohonan
karena orang tuanya berprofesi sebagai PNS. “Meskipun orang tua kita
penghasilannya tetap, tapi dengan adanya pandemi ini perekonomian jadi merosot
karena pengeluaran yang menjadi lebih banyak,” tambah salah seorang mahasiswa
lainnya.
Mahasiswa
berharap keringanan yang diberikan dapat dirasakan oleh keseluruhan dan tidak
dengan syarat yang membebani. Selain itu, jumlah potongan UKT juga diharapkan
lebih besar lagi karena potongan sebesar 10% tersebut dianggap belum cukup
meringankan beban UKT mahasiswa. Terlepas dari besaran UKT, mahasiswa juga
mengharapkan keringanan tenggat waktu pembayaran UKT. Dengan begitu, mahasiswa
tidak lagi merasa terbebani dengan urusan UKT.
0 Komentar
Silahkan Kirim Tulisan Anda Baik Berupa Artikel, Opini, Cerpen, Dll ke
Email : lpmmetamorfos19@gmail.com